Selasa, 09 Juli 2013
Selasa, 02 Juli 2013
Psikologi pendidikan
A. Pengertian Intelektual
Intelektual
secara harfiah berasal dari bahasa Inggris "intellectual" termasuk adjective (kata
sifat). "Intelektual" menurut AS Hornby et.al berarti: having
or showing good reasoning power, menunjukkan kekuatan penalaran yang baik.
Sedangkan menurut istilah ialah yang di artikan oleh George A. Thoedorson
dan archiles G. Thoedorson Intelektual adalah anggota masyarakat yang
mengabdikan diri kepada pengembangan gagasan orisinal dan terlibat dalam
usaha-usaha Intelektual kreatif.
Intelektual
telah sering didefinisikan sebagai kemampuan menyesuaikan diri dengan
lingkungan atau belajar dari pengalaman. Manusia hidup dan berinteraksi didalam
lingkungannya yang kompleks. Untuk itu ia memerlukan kemampuan untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan demi kelestarian hidupnya. Hidupnya bukan
hanya untuk kelestarian pertumbuhan, tapi juga untuk perkembangan pribadinya.
Oleh karena itu, manusia harus belajar dari pengalaman. (Drs. Wasty Suemanto,
M.Pd. 2006. 141)
Masyarakat umum mengenal intelektual
sebagai istilah yang menggambarkan kecerdasan, kepintaran, ataupun untuk
memecahkan problem yang dihadapi (Azwar, 1996). Gambaran tentang mahasiswa yang
berintelektual tinggi adalah lukisan mengenai mahasiswa pintar, selalu naik
tingkat, meperoleh nilai baik, atau mahasiswa yang jempolan di kelasnya atau
bintang kelas. Bahkan gambaran ini meluas pada citra fisik, yaitu sosok
mahasiswa yang wajahnya bersih/berseri, berpakaian rapi, matanya bersinar atau
berkacamata. Sebaliknya, mahasiswa yang berintelektual rendah memiliki sosok
seseorang yang lambat berfikir, sulit memahami pelajaran prestasi belajar
rendah, dan mulutnya lebih banyak menganga disertai tatapan mata kebingungan.
Pendapat orang awam, seperti dipaparkan ini meskipun tidak memberikan arti yang
jelas tentang intelektual, namun secara umum tidak jauh berbeda dari makna
intelektual yang dikemukakan oleh para ahli.
Banyak rumusan yang dikemukakan ahli tentang definisi intelektual.
Masing-masing ahli memberi tekanan yang berbeda-beda sesuai dengan titik
pandang mereka,untuk lebih memahami intelektual yang sesungguhnya. Berikut
dikemukakan defenisi dari beberapa ahli ialah sebagai berikut.
1. Intelektual merupakan suatu kumpulan
kemampuan sesorang untuk meperoleh ilmu pengetahuan dan mengamalkannya dalam
hubungannya dengan lingkungan dan maslah-masalah yang timbul (Gunarsa, 1991).
2. Adrew Crider (dalam azwar, 1996)
mengatakan bahwa intelektual itu bagaikan listrik, mudah diukur tapi mustahil
untuk didefenisikan. Kalimat ini banyak benarnya. Tes intelegensi sudah dibuat
sejak sekitar delapan decade yang lalu, akan tetapi sejauh ini belum ada
defenisi intelektua yang dapat diterima secara universal.
3. Alfred Binet (dalam irfan, 1986)
mengemukakan bahwa intelegensi adalah suatu kapasitas intelektual umum yang
antara lain mencakup kemampuan-kemampuan:
a. Menalar dan menilai
b. Menyeluruh
c. Mencipta dan merumuskan arah
berfikir spesifik
d. Menyesuaikan fikiran pada pencapaian
hasil akhir
e. Memiliki kemampuan mengeritik diri
sendiri
4. Menurut spearman (dalam irfan, 1986;
mangkunegara, 1993) aktifitas mental atau tingkah laku individu dipengaruhi
oleh dua factor, yaitu factor umum dan factor khusus dengan kemampuan menalar
secara abstrak.
5. David Wechsler (dalam Azwar, 1996)
mendefenisikan intelektual sebagai kumpulan atau totalitas kemampuan seseorang
untuk bertindak dengan tujuan tertentu, berfikir secara rasional, serta menghadapi
lingkungan secara efektif.
(http://lastrimila.blogspot.com)
B.
Faktor-Faktor
Yang Mepengaruhi Perkembangan Intelektual
Banyak
yang secara langsung maupun tidak langsung mepengaruhi perkembangan
intelektual. Menurut Ngalim Purwanto (1986) faktor-faktor yang mepengaruhi
perkembangan intelektual antara lain.
1.
Factor pembawaan (genetik)
Banyak
teori dan hasil penelitian menyatakan bahwa kapasitas intelektual dipengaruhi
oleh gen orang tua. Dalam hal ini ada yang mengatakan bahwa genetik ayah
cendrung dominan mepengaruhi tingkat kecerdasan anaknya. Teori konvergensi
mengemukakan bahwa anak yang telah lahir telah mempunyai potensi bawaan, tetapi
potensi tersebut tidak dari lingkungan. Intelektual mengandung potensi bawaan,
tetapi untuk dapat berfungsi dan berkembang seoptimal mungkin sebagai mana
mestinya perlu mendapatkan pendidikan dan latihan dari lingkungan.
2.
Faktor gizi
Perkembangan
intelektual baik dari segi kualitas maupun kuantitas tidak terlepas dari
pengaruh factor gizi. Kuat atau lemahnya fungsi intelegensi juga ditentukan
oleh gizi yang memberikan energi/tenaga bagi anak sehingga dapat tumbuh dan
berkembang dengan baik. Kebutuhan akan makanan bernilai gizi tinggi (gizi
berimbang) terutama yang besar pengaruhnya pada perkembangan intelegensiialah
pada masa prenatal (anak dalam kandungan) hingga usia balita, sedangkan usia di
atas lima tahun pengaruhnya tidak signifikan lagi.
3.
Factor
kematangan
Perkembangan
fungsi intelegensi dipengaruhi oleh kematangan organ intelegensi itu sendiri.
Menurut piaget (dalam mudjiran, 2007) seorang psikologi dari swiss membuat
empat pentahapan kematangan dalam perkembangan intelegensi. Tahap pertama
disebut periode sensorik motorik (0-2 tahun), tahap kedua disebut periode
preoperasional (2-7 tahun), tahap ketiga disebut periode operasional konkret
(7-11 tahun), dan tahap ke empat disebut periode operasional formal (11-16
tahun).
Pendapat Piaget (dalam mudjiran, 2007) membuktikan bahwa semakin bertambah usia
seseorang, intelegensinya makin berfungsi dengan sempurna. Ini berarti factor
kematangan mempengaruhi struktur intelegensi, sehingga menimbulkan
perubahan-perubahan kualitatif dari fungsi intelegensi. Perkembangan
intelegensi semakin meningkat usia ke arah dewasa bahkan semakin tua, orang
semakin cermat menganalisis suatu persoalan karena didukung oleh
pengalaman-pengalaman hidupnya.
4.
Factor Pembentukan
Pendidkan
dan latihan yang bersifat kognitif dapat memberikan sumbangan terhadap fungsi
intelegensi seseorang. Misalnya, orang tua yang menyediakan fasilitas sarana
seperti bahan bacaan majalah anak-anak dan sarana bermain yang memadai. Semua
ini dapat membentuk anak dengan meningkatkan fungsi dan kualitas pikirannya.
Situasi ini akan meningkatkan perkembangan intelegensi anak disbanding anak
seusianya.
5.
Kebebasan
Psikologis
Perlu
dikembangkan kebebasan psikologis pada anak agar intelegensinya berkembang
dengan baik. Orang tua atau orang dewasa lainnya yang suka mengatur, mendikte,
membatasi anak untuk berpikir dan melakukan sesuatu, membuat kecerdasan anak
tidak berfungsi dan tidak berkembang dengan baik, terutama aspek
kreativitasnya. Sebaliknya, anak yang memiliki kebesan untuk berpendapat, tanpa
disertai perasaan takut atau cemas, dapat merangsang berkembangnya kreativitas
dan pola pikir. Mereka bebas memilih cara (metode) tertentu dalam memecahkan
persoalan. Hal ini mempunyai sumbangan yang berarti dalam perkembangan
intelegensi.(http://lastrimila.blogspot.com)
C.
Ciri-ciri kematangan intelektual
Adapun
seseorang yang intelektualnya matang akan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.
memiliki kebiasaan membaca buku
2. dapat
membaca situasi dengan cermat
3. selalu
berfikir kritis dan mendalam
4. selalu
mengevaluasi pikirannya kembali
5.
bersikap terbuka untuk mengadakan penyempurnaan
6.
memiliki ketenangan dan keyakinan dalam berusaha
7.
memiliki pedoman yang kuat dalam belajar
Dan bila ditinjau dari aspek umum maka ciri-ciri dari
kematangan ditandai dengan beberapa hal yaitu terdiri dari:
1. Kematangan intelektual ditandai dengan terbentuknya
readinees (kemampuan)
Kematangan disebabkan karena perubahan “genes” yang
menentukan perkembangan struktur fisiologis dalam system saraf, otak dan indra
sehingga semua itu memungkinkan individu matang mengadakan reaksi-reaksi
terhadap setiap stimulus lingkungan.
Memang, anak megalami pertumbuhan, dan pertumbuhan fisiknya
merupakan penyumbang terpenting bagi pembentukan readines, akan tetapi
kita tidak boleh melupakan bahwa perkembanganmereka tergantung pada pengaruh
lingkungan dan kultur disamping akibat tumbuhnya pola-pola jasmaniah. Stimulasi
lingkungan serta hambatan-hambatan mental individu mempengaruhi perkembangan
mental, kebutuhan dan lain sebagainya.
Seseorang baru dapat belajar tentang sesuatu apabila
dalam dirinya sudah terdapat “readiness” (kemampuan) untuk mempelajari
sesuatu itu. Sesuai dengan kenyataan, bahwa masing-masing individu mempunyai
perbedaan individual, maka masing-masing individu mempunyai sejarah atau latar
belakang perkembangan yang berbeda-beda.Hal ini menyebabkan adanya pola
pembentukan readiness yang berbeda-beda pula di dalam diri masing-masing
individu.
Individu mengalami pertumbuhan material
jasmaniahnya.Kecepatan pertumbuhan pada masing-masing individu tidak sama.
Perbedaan itu dapat disebabkan oleh karena pengaruh fisiologis, psikologis, dan
bahkan sosial.
2. Kematangan intelekual ditandai dengan terbentuknya emosional
Emosi yang kita
ketahui adalah sebuah perasaan yang dapat dibagi menjadi beberapa perasaan
lagi. Dengan ini penulis menerangkan sedikit mengenai pembagian tersebut dengan
mengangkat study kasus yang subjeknya adalah pemuda
a.
Perasaan atau emosi marah
Marah
pada pemuda timbul karena “social slighting”, yaitu kebimbangan pemuda
akan status sosialnya yang belum jelas dan stabil.
b. Perasaan dan emosi kasih sayang
Pemuda mulai mempersempit hubungan-hubungan kasih sayangnya. Rasa kasih sayang yang kuat
dicurahkan kepada seorang teman istimewanya, entah teman istimewa itu orang
yang lebih tua maupun sebaliknya, baik wanita maupun pria.
c. Perasaan dan emosi takut
Rasa takut pada pemuda timbul karena kedudukannya yang
terasa asing kebimbangan akan status sosialnya yang menentu dan jelas.
Pernyataan takut itu dinyatakan dalam bentuk kata-kata (tongue tied).
3. Kematangan intelektual ditandai dengan terbentuknya kecerdasan dalam berfikir
Kematangan
Intelektual adalah orang yang mampu menghadapi segala persoalan dengan
mempergunakan Nalar–Logika, melakukan pertimbangan-pertimbangan yang logis,
sistimatis dan efisien berdasarkan ilmu pengetahuan seluas-luasnya.
Intelegensi bukanlah suatu yang
bersifat kebendaan, melainkan suatu fiksi ilmiah untuk mendiskripsikan perilaku
individu yang berkaitan dengan kemampuan intelektual.
Kesiapan
belajar secara umum adalah kemampuan seseorang untuk mendapatkan keuntungan dari
pengalaman yang ia temukan. Sementara itu kesiapan kognisi bertallian dengan
pengetahuan, pikiran, dan kualitas berfikir seseorang dalam menghadapi situasi
belajar yang baru. Kemapuan-kemampuan
itu bergantung pada tingkat kematangan intelektual.
Latar belakang pengalaman,
dan cara-cara pengetahuan sebelumnya distruktur.
D. Pengaruhnya
kematangan intelektual
Pengaruh
bagi seseorang yang telah matang intelektualnya ialah sebagai berikut:
•
Menjadikan seseorang tersebut selalu mandiri dalam segala hal
•
Menjadikan dirinya menerima setiap kritikan dari orang lain
•
Menjadikan belajar itu dimana saja walaupun itu di lingkungan yang kurang baik
Psikologi pendidikan
Pengertian
Aktivitas Belajar
Pengertian
belajar menurut Drs. Slameto adalah “ Belajar ialah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya.”
Dari konsep di atas maka dapatlah diambil suatu
pengertian bahwa yang dimaksud dengan belajar adalah suatu proses perubahan
yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata
dalam seluruh aspek tingkah laku.
Menurut Muhibbin
Syah, ........ bahwa belajar adalah tahapan perubahan seluruh tingkah laku
individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dari interaksi dengan
lingkungannya yang melibatkan proses kognitif.
1.1 Beberapa
aktivitas dalam belajar:
a.
Mendengarkan
Dalam proses belajar mengajar di sekolah ada ceramah
dari guru atau dosen. Tugas pelajar atau mahasiswa adalah mendengarkan tidak
semua orang dapat memanfaatkan situasi ini untuk belajar bahkan pelajar atau
mahasiswa yang diam mendengarkan ceramah itu mesti belajar. Apalagi hal
mendengar mereka tidak di dorong oleh kebutuhan, motivasi dan tujuan tertentu,
maka sia-sialah pekerjaan mereka. Tujuan belajar mereka tidak tercapai karena
tidak adanya set-set yang tepat untuk belajar.
Kasus yang
demikian terjadi pula dalam situasi diskusi, seminar, loka karya, ataupun
demonstrasi. Apabila dalam situasi-situasi ini orang mendengarkan dengan set
tertentu untuk mencapai tujuan belajar, maka orang adalah belajar. Melalui
pendengarannya, ia berintraksi dengan lingkungan sehingga dirinya berkembang.
b.
Memandang
Setiap stimuli visul memberi kesempatan bagi seseorang
untuk belajar. Meskipun pandangan kita tertuju kepada suatu objek visual,
apabila dalam diri kita tidak terdapat kebutuhan, motivasi serta set tertentu
untuk mencapai suatu tujuan, maka pandangan yang demikian tidak termasuk
belajar. Alam sekitar kita, termasuk juga sekolah dengan segenap kesibukannya,
merupakan objek-objek yang memberi kesempatan untuk belajar.
c.
Meraba, Mencium, dan Mencicipi
Meraba, Mencium, dan Mencicipi adalah aktivitas
sensoris seperti halnya mendengarkan dan memandang. Segenap stimuli yang dapat
diraba, dicium, dan dicicipi merupakan situasi yang memberi kesempatan bagi
seseorang untuk belajar. Hal aktivitas tersebut, dapat di katakan belajar,
apabila aktivitas-aktivitas itu di dorong oleh kebutuhan, motivasi untuk
mencapai tujuan dengan menggunakan set tertentu untuk memperoleh perubahan
tingkah laku.
d.
Menulis atau Mencatat
Tidak setiap aktivitas mencatat adalah belajar.
Aktivitas mencatat yang bersifat menurun, mengkopi tidak dapat di katakan
sebagai aktivitas belajar. Mencatat yang termasuk sebagai belajar yaitu apabila
dalam mencatat itu orang menyadari kebutuhan serta tujuannya, serta menggunakan
set tertentu agar catatan itu nantinya berguna bagi pencapaian tujuan belajar.
e.
Membaca
Seringkali ada orang yang membaca buku pelajaran
sambil berbaring santai di tempat tidurnya hanya dengan maksud agar dia bisa tidur.
Membaca semacam itu bukan aktivitas belajar. Ada pula orang yang menbaca sambil
berbaring dengan tujuan belajar. Menurut ilmu jiwa, membaca yang demikian belum
dapat di katakan sebagai belajar. Belajar adalah aktif, dan membaca untuk
keperluan belajar hendaknya di lakukandi meja belajar dari pada di tempat
tidur, karena dengan sambil tiduran itu perhatian dapat terbagi. Denan
demikian, belajar sambil tiduran mengganggu set belajar.
f.
Membuat Ringkasan dan
Menggarisbawahi
Rinkasan ini memang dapat membantu kita dalam hal
mengingat atau mencari kembali materi dalam buku untuk masa-masa yang akan datang.
Untuk keperluan belajar yg intensif, membuat ringkasan belum cukup. Sementara membaca,
pada hal-hal yang penting kita beri garis bawah (underling). Hal ini sangat
membantu kita dalam usaha menemukan kembali materi itu di kemudian hari.
g.
Mengamati Tabel-Tabel,
Diagram-Diagram, Bagan-Bagan.
Dalam buku ataupun dilingkungan lain sering kita
jumpai tabel-tabel diagram atupun bagan-bagan. Materi non-verbal semacan ini
sangat berguna bagi kita dalam mempelajari materi yang relevan itu. Demikian
pula gambar-gambar,peta-peta,dan lain-lain dapat menjadi bahan ilustratif yang
membantu pemahaman kita tentang sesuatu hal.
h.
Menyusun Paper atau Kertas Kerja
Tidak semua aktifitas menyusun paper merupakan
aktifitas belajar. Banyak pelajar atau mahasiswa yang menyusun paper dengan
jalan mengkopi atau menjiplak. Memeng cara yang demikian sering menguntungkan
mereka karena dengan mengambil materi sana-sini, diatur hubungannya sehingga
membentuk sajian yang sistematis dan lengkap, dengan bahasa yang bagus karena
dibuat oleh para ahli, maka mereka memperoleh angka lulus. Kalau kita fikirkan,
apakah yang dapat diperoleh mereka dengan cara ini? Adakah perkembangan pribadi
yang mereka alami?.
i.
Mengingat
Mengingat dengan maksud agar ingat tentang sesuatu,
belum termasuk aktifitas belajar. Mengingat yang didasari atas kebutuhan serta
kesadaran untuk mencapai, tujuan belajar lebih lanjut adalah termasuk aktifitas
belajar, apalagi jika mengingat itu berhubungan dengan aktifitas-aktifitas
belajar lainnya.
j.
Berpikir
Berpikir adalah aktifitas belajar. Dengan berpikir,
orang memperoleh penemuan baru, setidak-tidaknya orang menjadi tahu tentang
hubungan tentang sesuatu.
k.
Latihan atau Praktek
Dalam kegiatan berlatih atau praktek, segenap tindakan
subjek terjadi secara integratif dan terarah ke suatu tujuan. Hasil dari
latihan atau praktek itu sendiri akan berupa pengalaman yang dapat mengubah
diri subjek, serta mengubah lingkungannya, lingkungan berubah dalam diri anak.
( Drs. Wasty Soemanto, M.pd.)
2. Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Belajar
Secara umum
faktor-faktor yang mempengaruhi proses hasil belajar dibedakan atas dua
kategori, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
2.1 faktor internal
Faktor
internal adalah faktor-faktor yang
berasal dari dalam diri individu dan dapat memengaruhi hasil belajar individu.
Faktor-faktor internal ini meliputi faktor fisiologis dan faktor psikologis.
. a. Faktor fisiologis
Faktor-faktor fisiologis adalah
faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu. Faktor-faktor ini
dibedakan menjadi dua macam.
1).keadaan tonus jasmani. Keadaan tonus jasmani pada umumnya sangat
memengaruhi aktivitas belajar seseorang . kondisi fisik yang sehat dan bugar
akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar individu.
Sebaliknya, kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya
hasil belajar yang maksimal. Oleh karena itu keadaan tonus jasmani sangat memengaruhi
proses belajar , maka perlu ada usaha untuk menjaga kesehatan jasmani.
Cara untuk menjaga kesehatan jasmani antara lain adalah :
a. menjaga pola makan yang sehat dengan memerhatikan nutrisi yang masuk
kedalam tubuh, karena kekurangan gizi atau nutrisi akan mengakibatkan
tubuh cepat lelah, lesu , dan mengantuk, sehingga tidak ada gairah untuk
belajar,
b. rajin berolah raga agar tubuh selalu bugar dan sehat;
c. istirahat yang cukup dan sehat.
2). keadaan fungsi jasmani/fisiologis. Selama proses belajar berlangsung,
peran fungsi fisiologis pada tubuh manusia sangat memengaruhi hasil belajar,
terutama panca indra. Panca indra yang berfunsi dengan baik akan mempermudah
aktivitas belajar dengan baik pula . dalam proses belajar , merupakan
pintu masuk bagi segala informasi yang diterima dan ditangkap oleh
manusia. Sehinga manusia dapat menangkap dunia luar. Panca indra yang memiliki
peran besar dalam aktivitas belajar adalah mata dan telinga. Oleh lkarena itu,
baik guru maupun siswwa perlu menjaga panca indra dengan baik, baik secara
preventif maupun secara yang bersifat kuratif. Dengan menyediakan sarana
belajar yang memenuhi persyaratan, memeriksakan kesehatan fungsi mata dan
telinga secara periodic, mengonsumsi makanan yang bergizi , dan lain
sebagainya.
b. Faktor psikologis
Faktor –faktor psikologis adalah
keadaan psikologis seseorang yang dapat memengaruhi proses belajar. Beberapa
faktor psikologis yang utama memngaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa,
motifasi , minat, sikap dan bakat.
1.
kecerdasan
/intelegensia siswa
Pada umumnya kecerdasan diartikan
sebagai kemempuan psiko-fisik dalam mereaksikan rangsangan atau menyesuaikan
diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat. Dengan dmikian, kecerdasan
bukan hanya berkaitan dengan kualitas otak saja, tetapi juga organ-organ tubuh
lainnya. Namun bila dikaitkan dengan kecerdasan, tentunya otak merupakan organ
yang penting dibandingkan organ yang lain, karena fungsi otak itu sebagai organ
pengendali tertinggi (executive control) dari seluruh aktivitas manusia.
Kecerdasan merupakan factor
psikologis yang paling penting dalam proses belajar siswa, karena itu menentukan
kualitas belajar siswa. Semakin tinggi iteligensi seorang individu, semakin
besar peluang individu tersebut meraih sukses dalam belajar. Sebaliknya,
semakin rendah tingkat intelegensi individu, semakin sulit individu itu
mencapai kesuksesan belajar. Oleh karena itu, perlu bimbingan belajar dari
orang lain, seperti guru, orang tua, dan lain sebagainya. Sebagai factor
psikologis yang penting dalam mencapai kesuksesan belajar, maka pengetahuan dan
pemahaman tentang kecerdasan perlu dimiliki oleh setiap calon guru
professional, sehingga mereka dapat memahami tingakat kecerdasannya.
2.
Motivasi
Motivasi adalah salah
satu factor yang memengaruhi keefektifan kegiatan belajar siswa. Motivasilah
yang mendorong siswa ingin melakukan kegiatan belajar. Para ahli psikologi
mendefinisikan motivasi sebagai proses di dalam diri individu yang aktif,
mendorong, memberikan arah, dan menjaga perilaku setiap saat (Slavin, 1994).
Motivasi juga diartikan sebagai pengaruh kebutuhan-kebutuhan dan keinginan
terhadap intensitas dan arah perilaku seseorang.
Dari sudut sumbernya
motivasi dibagi menjadi dua, yaitu motivasi intrinsic dan motivasi ekstrinsik.
Motaivasi intrinsic adalah semua factor yang berasal dari dalam diri individu
dan memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu. Seperti seorang siswa yang gemar
membaca, maka ia tidak perlu disuruh-suruh untuk membaca, karena membaca tidak
hanya menjadi aktifitas kesenangannya, tapi bisa jadi juga telah mejadi
kebutuhannya. Dalam proses belajar, motivasi intrinsic memiliki pengaruh yang
efektif, karena motivasi intrinsic relaatif lebih lama dan tidak tergantung
pada motivasi dari luar(ekstrinsik).
Menurut Arden N. Frandsen (Hayinah, 1992), yang
termasuk dalam motivasi intrinsic untuk belajar anatara lain adalah:
a. Dorongan ingin tahu
dan ingin menyelisiki dunia yang lebih luas;
b. Adanya sifat positif
dan kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk maju;
c. Adanaya keinginan
untuk mencapai prestasi sehingga mendapat dukungan dari orang-orang penting,
misalkan orang tua, saudara, guru, atau teman-teman, dan lain sebaginya.
d. Adanya kebutuhan
untuk menguasai ilmu atau pengetahuan yang berguna bagi dirinya, dan lain-lain.
Motivasi ekstrinsik
adalah factor yang datang dari luar diri individu tetapi memberi pengaruh
terhadap kemauan untauk belajar. Seperti pujian, peraturan, tata tertib,
teladan guru, orangtua, danlain sebagainya. Kurangnya respons dari
lingkungansecara positif akan memengaruhi semangat belajar seseorang menjadi
lemah.
3.
Minat
Menurut Reber (Syah,
2003) minat bukanlah istilah yang popular dalam psikologi disebabkan
ketergantungannya terhadap berbagai factor internal lainnya, seperti pemusatan
perhatian, keingintahuan, moativasi, dan kebutuhan.
Namun lepas dari
kepopulerannya, minat sama halnya dengan kecerdasan dan motivasi, karena
memberi pengaruh terhadap aktivitas belajar, ia akan tidak bersemangat atau
bahkan tidak mau belajar. Oleh karena itu, dalam konteks belajar di kelas,
seorang guru atau pendidik lainnya perlu membangkitkan minat siswa agar
tertarik terhadap materi pelajaran yang akan dihadapainya atau dipelajaranya.
Untuk membagkitkan
minat belajar tersebut, banyak cara yang bisa digunakan antara lain:
·
dengan
mebuat materi yang akan dipelajarai semenarik mingkin dan tidak membosankan,
baik dari bentuk buku materi, desain pembelajaran yang membebaskan siswa
mengeksplor apa yang dipelajari, melibatkan seluruh domain belajar siswa
(kognitif, afektif, psikomotorik) sehingga siswa menjadi aktif, maupun
performansi guru yang menarik saat mengajar.
·
pemilihan
jurusan atau bidang studi. Dalam hal ini, alangkah baiknya jika jurusan
atau bidang studi dipilih sendiri oleh siswa sesuai dengan minatnya.
4.
Sikap
Sikap adalah gejala
internal yang mendimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau
merespons dangan cara yang relative tetap terhadap obyek, orang, peristiwa dan
sebaginya, baik secara positif maupun negative (Syah, 2003).
Sikap siswa dalam
belajar dapat dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak senang pada performan
guru, pelajaran, atau lingkungan sekitarnya. Dan untuk mengantisipasi munculnya
sikap yang negative dalam belajar, guru sebaiknya berusaha untuk menjadi guru
yang professional dan bertanggungjawab terhadap profesi yang dipilihnya. Dengan
profesionalitas,seorang guru akan berusaha memberikan yang terbaik bagi
siswanya; berusaha mengambangkan kepribadian sebagai seorang guru yang empatik,
sabar, dan tulus kepada muridnya; berusaha untuk menyajikan pelajaran yang
diampunya dengan baik dan menarik sehingga membuat siswa dapat mengikuti
pelajaran dengan senang dan tidak menjemukan; meyakinkan siswa bahwa bidang
studi yang ajarkan bermanfaat bagi diri siswa.
5.
Bakat
Secara umum, bakat
(aptitude) didefinisikan sebagai kemampuan potensial yang dimiliki seseorang
untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang (Syah, 2003).
Berkaitan dengan belajar, Slavin (1994) mendefinisikan
bakat sebagai kemampuan umum yang dimiliki seorang siswa untuk belajar. Dengan
demikian, bakat adalah kemampuan seseorang menjadi salah satu komponen yang
diperlukan dalam proses belajar seseorang. Apabila bakat seseorang sesuai
dengan bidang study yang sedang
dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya sehingga
kemungkinan besar ia akan berhasil.
Pada dasarnya setiap orang mempunyai bakat atau
potensi untuk mencapai prestasi belajar sesuai dengan kemampuannya
masing-masing. Individu yang telah mempunyai bakat tertentu, akan lebih mudah
menyerap informasi yang berhubungan dengan bakat yang dimilkinya. Misalnya,
siswa yang berbakat dibidang bahasa akan lebih mudah mempelajari bahasa-bahasa
yang lain selain bahasanya sendiri.
Karena belajar juga
dipengaruhi oleh potensi yang dimilki setiap individu,maka para pendidik,
orangtua, dan guru perlu memerhatikan dan memahami bakat yang dimilki oleh
anaknya atau peserta didiknya, antara lain dengan mendukung,ikut mengembangkan,
dan tidak memaksa anak untuk memilih jurusan yang tidak sesuai dengan bakatnya.
B.
Faktor eksogen/eksternal
Selain karakteristik
siswa atau faktor-faktor endogen, faktor-faktor eksternal juga dapat
memengaruhi proses belajar siswa.dalam hal ini, Syah (2003) menjelaskan bahwa faktor-faktor
eksternal yang memengaruhi balajar dapat digolongkan menjadi dua golongan,
yaitu faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan nonsosial.
1). Lingkungan sosial
a.
Lingkungan sosial sekolah, seperti guru, administrasi, dan teman-teman sekelas
dapat memengaruhi proses belajar seorang siswa. Hubungan harmonis antra
ketiganya dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baikdisekolah.
Perilaku yang simpatik dan dapat menjadi teladan seorang guru atau administrasi
dapat menjadi pendorong bagi siswa untuk belajar.
b.
Lingkungan sosial masyarakat. Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal
siswa akan memengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak
pengangguran dan anak terlantar juga dapat memengaruhi aktivitas belajarsiswa,
paling tidak siswa kesulitan ketika memerlukan teman belajar, diskusi, atau
meminjam alat-alat belajar yang kebetulan belum dimilkinya.
c.
Lingkungan sosial keluarga. Lingkungan ini sangat memengaruhi kegiatan belajar.
Ketegangan keluarga, sifat-sifat orang tua, demografi keluarga (letak rumah),
pengelolaankeluarga, semuannya dapat memberi dampak terhadap aktivitas belajar
siswa. Hubungan anatara anggota keluarga, orangtua, anak, kakak, atau adik yang
harmonis akan membantu siswa melakukan aktivitas belajar dengan baik.
2) Lingkungan non sosial.
Faktor-faktor yang
termasuk lingkungan non sosial adalah:
a. Lingkungan alamiah,
seperti kondisi udara yang segar, tidak panas dan tidak dingin, sinar yang
tidak terlalu silau/kuat, atau tidak terlalu lemah/gelap, suasana yang sejuk
dantenang. Lingkungan alamiah tersebut mmerupakan factor-faktor yang dapat
memengaruhi aktivitas belajar siswa. Sebaliknya, bila kondisi lingkungan alam
tidak mendukung, proses belajar siswa akan terlambat.
b. Faktor
instrumental,yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan dua macam. Pertama,
hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat belajar,fasilitas belajar, lapangan
olah raga dan lain sebagainya. Kedua, software, seperti kurikulum sekolah,
peraturan-peraturan sekolah, buku panduan, silabi dan lain sebagainya.
c. Faktor materi
pelajaran (yang diajarkan ke siswa). Faktor ini hendaknya disesuaikan dengan
usia perkembangan siswa begitu juga denganmetode mengajar guru,
disesuaikandengan kondisi perkembangan siswa. Karena itu, agar guru dapat
memberikan kontribusi yang postif terhadap aktivitas belajr siswa, maka guru
harus menguasai materi pelajaran dan berbagai metode mengajar yang dapat
diterapkan sesuai dengan kondisi siswa.
Langganan:
Postingan (Atom)