Pengunjung

Pages

Selasa, 02 Juli 2013

Psikologi pendidikan

A.    Pengertian Intelektual
Intelektual secara harfiah berasal dari bahasa Inggris "intellectual" termasuk adjective (kata sifat). "Intelektual" menurut AS Hornby et.al berarti: having or showing good reasoning power, menunjukkan kekuatan penalaran yang baik. Sedangkan menurut istilah ialah yang di artikan oleh George A. Thoedorson dan archiles G. Thoedorson Intelektual adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri kepada pengembangan gagasan orisinal dan terlibat dalam usaha-usaha Intelektual kreatif.
            Intelektual telah sering didefinisikan sebagai kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan atau belajar dari pengalaman. Manusia hidup dan berinteraksi didalam lingkungannya yang kompleks. Untuk itu ia memerlukan kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan demi kelestarian hidupnya. Hidupnya bukan hanya untuk kelestarian pertumbuhan, tapi juga untuk perkembangan pribadinya. Oleh karena itu, manusia harus belajar dari pengalaman. (Drs. Wasty Suemanto, M.Pd. 2006. 141)
      Masyarakat umum mengenal intelektual sebagai istilah yang menggambarkan kecerdasan, kepintaran, ataupun untuk memecahkan problem yang dihadapi (Azwar, 1996). Gambaran tentang mahasiswa yang berintelektual tinggi adalah lukisan mengenai mahasiswa pintar, selalu naik tingkat, meperoleh nilai baik, atau mahasiswa yang jempolan di kelasnya atau bintang kelas. Bahkan gambaran ini meluas pada citra fisik, yaitu sosok mahasiswa yang wajahnya bersih/berseri, berpakaian rapi, matanya bersinar atau berkacamata. Sebaliknya, mahasiswa yang berintelektual rendah memiliki sosok seseorang yang lambat berfikir, sulit memahami pelajaran prestasi belajar rendah, dan mulutnya lebih banyak menganga disertai tatapan mata kebingungan. Pendapat orang awam, seperti dipaparkan ini meskipun tidak memberikan arti yang jelas tentang intelektual, namun secara umum tidak jauh berbeda dari makna intelektual yang dikemukakan oleh para ahli.
      Banyak rumusan yang dikemukakan ahli tentang definisi intelektual. Masing-masing ahli memberi tekanan yang berbeda-beda sesuai dengan titik pandang mereka,untuk lebih memahami intelektual yang sesungguhnya. Berikut dikemukakan defenisi dari beberapa ahli ialah sebagai berikut.
1.    Intelektual merupakan suatu kumpulan kemampuan sesorang untuk meperoleh ilmu pengetahuan dan mengamalkannya dalam hubungannya dengan lingkungan dan maslah-masalah yang timbul (Gunarsa, 1991).
2.    Adrew Crider (dalam azwar, 1996) mengatakan bahwa intelektual itu bagaikan listrik, mudah diukur tapi mustahil untuk didefenisikan. Kalimat ini banyak benarnya. Tes intelegensi sudah dibuat sejak sekitar delapan decade yang lalu, akan tetapi sejauh ini belum ada defenisi intelektua yang dapat diterima secara universal.
3.    Alfred Binet (dalam irfan, 1986) mengemukakan bahwa intelegensi adalah suatu kapasitas intelektual umum yang antara lain mencakup kemampuan-kemampuan:
a.    Menalar dan menilai
b.    Menyeluruh
c.    Mencipta dan merumuskan arah berfikir spesifik
d.    Menyesuaikan fikiran pada pencapaian hasil akhir
e.    Memiliki kemampuan mengeritik diri sendiri
4.    Menurut spearman (dalam irfan, 1986; mangkunegara, 1993) aktifitas mental atau tingkah laku individu dipengaruhi oleh dua factor, yaitu factor umum dan factor khusus dengan kemampuan menalar secara abstrak.
5.    David Wechsler (dalam Azwar, 1996) mendefenisikan intelektual sebagai kumpulan atau totalitas kemampuan seseorang untuk bertindak dengan tujuan tertentu, berfikir secara rasional, serta menghadapi lingkungan secara efektif.
(http://lastrimila.blogspot.com)
B.       Faktor-Faktor Yang Mepengaruhi Perkembangan Intelektual
Banyak yang secara langsung maupun tidak langsung mepengaruhi perkembangan intelektual. Menurut Ngalim Purwanto (1986) faktor-faktor yang mepengaruhi perkembangan intelektual antara lain.
1.        Factor pembawaan (genetik)
Banyak teori dan hasil penelitian menyatakan bahwa kapasitas intelektual dipengaruhi oleh gen orang tua. Dalam hal ini ada yang mengatakan bahwa genetik ayah cendrung dominan mepengaruhi tingkat kecerdasan anaknya. Teori konvergensi mengemukakan bahwa anak yang telah lahir telah mempunyai potensi bawaan, tetapi potensi tersebut tidak dari lingkungan. Intelektual mengandung potensi bawaan, tetapi untuk dapat berfungsi dan berkembang seoptimal mungkin sebagai mana mestinya perlu mendapatkan pendidikan dan latihan dari lingkungan.
2.        Faktor gizi
Perkembangan intelektual baik dari segi kualitas maupun kuantitas tidak terlepas dari pengaruh factor gizi. Kuat atau lemahnya fungsi intelegensi juga ditentukan oleh gizi yang memberikan energi/tenaga bagi anak sehingga dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Kebutuhan akan makanan bernilai gizi tinggi (gizi berimbang) terutama yang besar pengaruhnya pada perkembangan intelegensiialah pada masa prenatal (anak dalam kandungan) hingga usia balita, sedangkan usia di atas lima tahun pengaruhnya tidak signifikan lagi.
3.        Factor kematangan
Perkembangan fungsi intelegensi dipengaruhi oleh kematangan organ intelegensi itu sendiri. Menurut piaget (dalam mudjiran, 2007) seorang psikologi dari swiss membuat empat pentahapan kematangan dalam perkembangan intelegensi. Tahap pertama disebut periode sensorik motorik (0-2 tahun), tahap kedua disebut periode preoperasional (2-7 tahun), tahap ketiga disebut periode operasional konkret (7-11 tahun), dan tahap ke empat disebut periode operasional formal (11-16 tahun).
  Pendapat Piaget (dalam mudjiran, 2007) membuktikan bahwa semakin bertambah usia seseorang, intelegensinya makin berfungsi dengan sempurna. Ini berarti factor kematangan mempengaruhi struktur intelegensi, sehingga menimbulkan perubahan-perubahan kualitatif dari fungsi intelegensi. Perkembangan intelegensi semakin meningkat usia ke arah dewasa bahkan semakin tua, orang semakin cermat menganalisis suatu persoalan karena didukung oleh pengalaman-pengalaman hidupnya.
4.         Factor Pembentukan
Pendidkan dan latihan yang bersifat kognitif dapat memberikan sumbangan terhadap fungsi intelegensi seseorang. Misalnya, orang tua yang menyediakan fasilitas sarana seperti bahan bacaan majalah anak-anak dan sarana bermain yang memadai. Semua ini dapat membentuk anak dengan meningkatkan fungsi dan kualitas pikirannya. Situasi ini akan meningkatkan perkembangan intelegensi anak disbanding anak seusianya.

5.        Kebebasan Psikologis
Perlu dikembangkan kebebasan psikologis pada anak agar intelegensinya berkembang dengan baik. Orang tua atau orang dewasa lainnya yang suka mengatur, mendikte, membatasi anak untuk berpikir dan melakukan sesuatu, membuat kecerdasan anak tidak berfungsi dan tidak berkembang dengan baik, terutama aspek kreativitasnya. Sebaliknya, anak yang memiliki kebesan untuk berpendapat, tanpa disertai perasaan takut atau cemas, dapat merangsang berkembangnya kreativitas dan pola pikir. Mereka bebas memilih cara (metode) tertentu dalam memecahkan persoalan. Hal ini mempunyai sumbangan yang berarti dalam perkembangan intelegensi.(http://lastrimila.blogspot.com)
C.    Ciri-ciri kematangan intelektual
Adapun seseorang yang intelektualnya matang akan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. memiliki kebiasaan membaca buku
2. dapat membaca situasi dengan cermat
3. selalu berfikir kritis dan mendalam
4. selalu mengevaluasi pikirannya kembali
5. bersikap terbuka untuk mengadakan penyempurnaan
6. memiliki ketenangan dan keyakinan dalam berusaha
7. memiliki pedoman yang kuat dalam belajar
Dan bila ditinjau dari aspek umum maka ciri-ciri dari kematangan ditandai dengan beberapa hal yaitu terdiri dari:
1.     Kematangan intelektual ditandai dengan terbentuknya readinees (kemampuan)
Kematangan disebabkan karena perubahan “genes” yang menentukan perkembangan struktur fisiologis dalam system saraf, otak dan indra sehingga semua itu memungkinkan individu matang mengadakan reaksi-reaksi terhadap setiap stimulus lingkungan.
Memang, anak megalami pertumbuhan, dan pertumbuhan fisiknya merupakan penyumbang terpenting bagi pembentukan readines, akan tetapi kita tidak boleh melupakan bahwa perkembanganmereka tergantung pada pengaruh lingkungan dan kultur disamping akibat tumbuhnya pola-pola jasmaniah. Stimulasi lingkungan serta hambatan-hambatan mental individu mempengaruhi perkembangan mental, kebutuhan dan lain sebagainya.
Seseorang  baru dapat belajar tentang sesuatu apabila dalam dirinya sudah terdapat “readiness” (kemampuan) untuk mempelajari sesuatu itu. Sesuai dengan kenyataan, bahwa masing-masing individu mempunyai perbedaan individual, maka masing-masing individu mempunyai sejarah atau latar belakang perkembangan yang berbeda-beda.Hal ini menyebabkan adanya pola pembentukan readiness yang berbeda-beda pula di dalam diri masing-masing individu.
Individu mengalami pertumbuhan material jasmaniahnya.Kecepatan pertumbuhan pada masing-masing individu tidak sama. Perbedaan itu dapat disebabkan oleh karena pengaruh fisiologis, psikologis, dan bahkan sosial.
2.     Kematangan intelekual ditandai dengan terbentuknya emosional
Emosi yang kita ketahui adalah sebuah perasaan yang dapat dibagi menjadi beberapa perasaan lagi. Dengan ini penulis menerangkan sedikit mengenai pembagian tersebut dengan mengangkat study kasus yang subjeknya adalah pemuda
a.      Perasaan atau emosi marah
Marah pada pemuda timbul karena “social slighting”, yaitu kebimbangan pemuda akan status sosialnya yang belum jelas dan stabil.
b.     Perasaan dan emosi kasih sayang
Pemuda mulai mempersempit hubungan-hubungan kasih sayangnya. Rasa kasih sayang yang kuat dicurahkan kepada seorang teman istimewanya, entah teman istimewa itu orang yang lebih tua maupun sebaliknya, baik wanita maupun pria.
c.      Perasaan dan emosi takut
Rasa takut pada pemuda timbul karena kedudukannya yang terasa asing kebimbangan akan status sosialnya yang menentu dan jelas. Pernyataan takut itu dinyatakan dalam bentuk kata-kata (tongue tied).
3.     Kematangan intelektual ditandai dengan terbentuknya kecerdasan dalam berfikir
Kematangan Intelektual adalah orang yang mampu menghadapi segala persoalan dengan mempergunakan Nalar–Logika, melakukan pertimbangan-pertimbangan yang logis, sistimatis dan efisien berdasarkan ilmu pengetahuan seluas-luasnya.
Intelegensi bukanlah suatu yang bersifat kebendaan, melainkan suatu fiksi ilmiah untuk mendiskripsikan perilaku individu yang berkaitan dengan kemampuan intelektual.
Kesiapan belajar secara umum adalah kemampuan seseorang untuk mendapatkan keuntungan dari pengalaman yang ia temukan. Sementara itu kesiapan kognisi bertallian dengan pengetahuan, pikiran, dan kualitas berfikir seseorang dalam menghadapi situasi belajar yang baru. Kemapuan-kemampuan itu bergantung pada tingkat kematangan intelektual. Latar belakang pengalaman, dan cara-cara pengetahuan sebelumnya distruktur.

D.    Pengaruhnya kematangan intelektual
Pengaruh bagi seseorang yang telah matang intelektualnya ialah sebagai berikut:
• Menjadikan seseorang tersebut selalu mandiri dalam segala hal
• Menjadikan dirinya menerima setiap kritikan dari orang lain
• Menjadikan belajar itu dimana saja walaupun itu di lingkungan yang kurang baik

Psikologi pendidikan



Pengertian Aktivitas Belajar
Pengertian belajar menurut Drs. Slameto adalah “ Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.”
Dari konsep di atas maka dapatlah diambil suatu pengertian bahwa yang dimaksud dengan belajar adalah suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku.
Menurut Muhibbin Syah, ........ bahwa belajar adalah tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dari interaksi dengan lingkungannya yang melibatkan proses kognitif.
1.1  Beberapa aktivitas dalam belajar:
a.       Mendengarkan
Dalam proses belajar mengajar di sekolah ada ceramah dari guru atau dosen. Tugas pelajar atau mahasiswa adalah mendengarkan tidak semua orang dapat memanfaatkan situasi ini untuk belajar bahkan pelajar atau mahasiswa yang diam mendengarkan ceramah itu mesti belajar. Apalagi hal mendengar mereka tidak di dorong oleh kebutuhan, motivasi dan tujuan tertentu, maka sia-sialah pekerjaan mereka. Tujuan belajar mereka tidak tercapai karena tidak adanya set-set yang tepat untuk belajar.
Kasus yang demikian terjadi pula dalam situasi diskusi, seminar, loka karya, ataupun demonstrasi. Apabila dalam situasi-situasi ini orang mendengarkan dengan set tertentu untuk mencapai tujuan belajar, maka orang adalah belajar. Melalui pendengarannya, ia berintraksi dengan lingkungan sehingga dirinya berkembang.
b.      Memandang
Setiap stimuli visul memberi kesempatan bagi seseorang untuk belajar. Meskipun pandangan kita tertuju kepada suatu objek visual, apabila dalam diri kita tidak terdapat kebutuhan, motivasi serta set tertentu untuk mencapai suatu tujuan, maka pandangan yang demikian tidak termasuk belajar. Alam sekitar kita, termasuk juga sekolah dengan segenap kesibukannya, merupakan objek-objek yang memberi kesempatan untuk belajar.
c.       Meraba, Mencium, dan Mencicipi
Meraba, Mencium, dan Mencicipi adalah aktivitas sensoris seperti halnya mendengarkan dan memandang. Segenap stimuli yang dapat diraba, dicium, dan dicicipi merupakan situasi yang memberi kesempatan bagi seseorang untuk belajar. Hal aktivitas tersebut, dapat di katakan belajar, apabila aktivitas-aktivitas itu di dorong oleh kebutuhan, motivasi untuk mencapai tujuan dengan menggunakan set tertentu untuk memperoleh perubahan tingkah laku.
d.      Menulis atau Mencatat
Tidak setiap aktivitas mencatat adalah belajar. Aktivitas mencatat yang bersifat menurun, mengkopi tidak dapat di katakan sebagai aktivitas belajar. Mencatat yang termasuk sebagai belajar yaitu apabila dalam mencatat itu orang menyadari kebutuhan serta tujuannya, serta menggunakan set tertentu agar catatan itu nantinya berguna bagi pencapaian tujuan belajar.
e.       Membaca
Seringkali ada orang yang membaca buku pelajaran sambil berbaring santai di tempat tidurnya  hanya dengan maksud agar dia bisa tidur. Membaca semacam itu bukan aktivitas belajar. Ada pula orang yang menbaca sambil berbaring dengan tujuan belajar. Menurut ilmu jiwa, membaca yang demikian belum dapat di katakan sebagai belajar. Belajar adalah aktif, dan membaca untuk keperluan belajar hendaknya di lakukandi meja belajar dari pada di tempat tidur, karena dengan sambil tiduran itu perhatian dapat terbagi. Denan demikian, belajar sambil tiduran mengganggu set belajar.
f.       Membuat Ringkasan dan Menggarisbawahi
Rinkasan ini memang dapat membantu kita dalam hal mengingat atau mencari kembali materi dalam buku untuk masa-masa yang akan datang. Untuk keperluan belajar yg intensif, membuat ringkasan belum cukup. Sementara membaca, pada hal-hal yang penting kita beri garis bawah (underling).  Hal ini sangat membantu kita dalam usaha menemukan kembali materi itu di kemudian hari.
g.      Mengamati Tabel-Tabel, Diagram-Diagram, Bagan-Bagan.
Dalam buku ataupun dilingkungan lain sering kita jumpai tabel-tabel diagram atupun bagan-bagan. Materi non-verbal semacan ini sangat berguna bagi kita dalam mempelajari materi yang relevan itu. Demikian pula gambar-gambar,peta-peta,dan lain-lain dapat menjadi bahan ilustratif yang membantu pemahaman kita tentang sesuatu hal.
h.      Menyusun Paper atau Kertas Kerja
Tidak semua aktifitas menyusun paper merupakan aktifitas belajar. Banyak pelajar atau mahasiswa yang menyusun paper dengan jalan mengkopi atau menjiplak. Memeng cara yang demikian sering menguntungkan mereka karena dengan mengambil materi sana-sini, diatur hubungannya sehingga membentuk sajian yang sistematis dan lengkap, dengan bahasa yang bagus karena dibuat oleh para ahli, maka mereka memperoleh angka lulus. Kalau kita fikirkan, apakah yang dapat diperoleh mereka dengan cara ini? Adakah perkembangan pribadi yang mereka alami?.
i.        Mengingat
Mengingat dengan maksud agar ingat tentang sesuatu, belum termasuk aktifitas belajar. Mengingat yang didasari atas kebutuhan serta kesadaran untuk mencapai, tujuan belajar lebih lanjut adalah termasuk aktifitas belajar, apalagi jika mengingat itu berhubungan dengan aktifitas-aktifitas belajar lainnya.
j.        Berpikir
Berpikir adalah aktifitas belajar. Dengan berpikir, orang memperoleh penemuan baru, setidak-tidaknya orang menjadi tahu tentang hubungan tentang sesuatu.
k.      Latihan atau Praktek
Dalam kegiatan berlatih atau praktek, segenap tindakan subjek terjadi secara integratif dan terarah ke suatu tujuan. Hasil dari latihan atau praktek itu sendiri akan berupa pengalaman yang dapat mengubah diri subjek, serta mengubah lingkungannya, lingkungan berubah dalam diri anak. ( Drs. Wasty Soemanto, M.pd.)
2.  Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar      
                 Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi proses hasil belajar dibedakan atas dua kategori, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
 2.1 faktor internal
Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat memengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor internal ini meliputi faktor fisiologis dan faktor psikologis.
.           a.  Faktor fisiologis
Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu. Faktor-faktor ini dibedakan menjadi dua macam.
1).keadaan tonus jasmani. Keadaan tonus jasmani pada umumnya sangat memengaruhi aktivitas belajar seseorang . kondisi fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar individu. Sebaliknya, kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal. Oleh karena itu keadaan tonus jasmani sangat memengaruhi proses belajar , maka perlu ada usaha untuk menjaga kesehatan jasmani.
Cara untuk menjaga kesehatan jasmani antara lain adalah :
a.      menjaga pola makan yang sehat dengan memerhatikan nutrisi yang masuk kedalam tubuh, karena  kekurangan gizi atau nutrisi akan mengakibatkan tubuh cepat lelah, lesu , dan mengantuk, sehingga tidak ada gairah untuk belajar,
b.      rajin berolah raga agar tubuh selalu bugar dan sehat;
c.      istirahat yang cukup dan sehat.
2). keadaan fungsi jasmani/fisiologis. Selama proses belajar berlangsung, peran fungsi fisiologis pada tubuh manusia sangat memengaruhi hasil belajar, terutama panca indra. Panca indra yang berfunsi dengan baik akan mempermudah aktivitas belajar dengan baik pula . dalam proses belajar , merupakan pintu  masuk bagi segala informasi yang diterima dan ditangkap oleh manusia. Sehinga manusia dapat menangkap dunia luar. Panca indra yang memiliki peran besar dalam aktivitas belajar adalah mata dan telinga. Oleh lkarena itu, baik guru maupun siswwa perlu menjaga panca indra dengan baik, baik secara preventif maupun secara yang bersifat kuratif. Dengan menyediakan sarana belajar yang memenuhi persyaratan, memeriksakan kesehatan fungsi mata dan telinga secara periodic, mengonsumsi makanan yang bergizi , dan lain sebagainya.
b. Faktor psikologis
Faktor –faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat memengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis yang utama memngaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa, motifasi , minat, sikap dan bakat.
1.       kecerdasan /intelegensia siswa
Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemempuan psiko-fisik dalam mereaksikan rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat. Dengan dmikian, kecerdasan bukan hanya berkaitan dengan kualitas otak saja, tetapi juga organ-organ tubuh lainnya. Namun bila dikaitkan dengan kecerdasan, tentunya otak merupakan organ yang penting dibandingkan organ yang lain, karena fungsi otak itu sebagai organ pengendali tertinggi (executive control) dari seluruh aktivitas manusia.
Kecerdasan merupakan factor psikologis yang paling penting dalam proses belajar siswa, karena itu menentukan kualitas belajar siswa. Semakin tinggi iteligensi seorang individu, semakin besar peluang individu tersebut meraih sukses dalam belajar. Sebaliknya, semakin rendah tingkat intelegensi individu, semakin sulit individu itu mencapai kesuksesan belajar. Oleh karena itu, perlu bimbingan belajar dari orang lain, seperti guru, orang tua, dan lain sebagainya. Sebagai factor psikologis yang penting dalam mencapai kesuksesan belajar, maka pengetahuan dan pemahaman tentang kecerdasan perlu dimiliki oleh setiap calon guru professional, sehingga mereka dapat memahami tingakat kecerdasannya.
2.      Motivasi
Motivasi adalah salah satu factor yang memengaruhi keefektifan kegiatan belajar siswa. Motivasilah yang mendorong siswa ingin melakukan kegiatan belajar. Para ahli psikologi mendefinisikan motivasi sebagai proses di dalam diri individu yang aktif, mendorong, memberikan arah, dan menjaga perilaku setiap saat (Slavin, 1994). Motivasi juga diartikan sebagai pengaruh kebutuhan-kebutuhan dan keinginan terhadap intensitas dan arah perilaku seseorang.
Dari sudut sumbernya motivasi dibagi menjadi dua, yaitu motivasi intrinsic dan motivasi ekstrinsik. Motaivasi intrinsic adalah semua factor yang berasal dari dalam diri individu dan memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu. Seperti seorang siswa yang gemar membaca, maka ia tidak perlu disuruh-suruh untuk membaca, karena membaca tidak hanya menjadi aktifitas kesenangannya, tapi bisa jadi juga telah mejadi kebutuhannya. Dalam proses belajar, motivasi intrinsic memiliki pengaruh yang efektif, karena motivasi intrinsic relaatif lebih lama dan tidak tergantung pada motivasi dari luar(ekstrinsik).
Menurut Arden N. Frandsen (Hayinah, 1992), yang termasuk dalam motivasi intrinsic untuk belajar anatara lain adalah:

a.      Dorongan ingin tahu dan ingin menyelisiki dunia yang lebih luas;
b.      Adanya sifat positif dan kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk maju;
c.      Adanaya keinginan untuk mencapai prestasi sehingga mendapat dukungan dari orang-orang penting, misalkan orang tua, saudara, guru, atau teman-teman, dan lain sebaginya.
d.      Adanya kebutuhan untuk menguasai ilmu atau pengetahuan yang berguna bagi dirinya, dan lain-lain.
Motivasi ekstrinsik adalah factor yang datang dari luar diri individu tetapi memberi pengaruh terhadap kemauan untauk belajar. Seperti pujian, peraturan, tata tertib, teladan guru, orangtua, danlain sebagainya. Kurangnya respons dari lingkungansecara positif akan memengaruhi semangat belajar seseorang menjadi lemah. 
3.      Minat
Menurut Reber (Syah, 2003) minat bukanlah istilah yang popular dalam psikologi disebabkan ketergantungannya terhadap berbagai factor internal lainnya, seperti pemusatan perhatian, keingintahuan, moativasi, dan kebutuhan.
Namun lepas dari kepopulerannya, minat sama halnya dengan kecerdasan dan motivasi, karena memberi pengaruh terhadap aktivitas belajar, ia akan tidak bersemangat atau bahkan tidak mau belajar. Oleh karena itu, dalam konteks belajar di kelas, seorang guru atau pendidik lainnya perlu membangkitkan minat siswa agar tertarik terhadap materi pelajaran yang akan dihadapainya atau dipelajaranya.
Untuk membagkitkan minat belajar tersebut, banyak cara yang bisa digunakan antara lain:
·         dengan mebuat materi yang akan dipelajarai semenarik mingkin dan tidak membosankan, baik dari bentuk buku materi, desain pembelajaran yang membebaskan siswa mengeksplor apa yang dipelajari, melibatkan seluruh domain belajar siswa (kognitif, afektif, psikomotorik) sehingga siswa menjadi aktif, maupun performansi guru yang menarik saat mengajar.
·         pemilihan jurusan atau bidang  studi. Dalam hal ini, alangkah baiknya jika jurusan atau bidang studi dipilih sendiri oleh siswa sesuai dengan minatnya.
4.      Sikap
Sikap adalah gejala internal yang mendimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dangan cara yang relative tetap terhadap obyek, orang, peristiwa dan sebaginya, baik secara positif maupun negative (Syah, 2003).
Sikap siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak senang pada performan guru, pelajaran, atau lingkungan sekitarnya. Dan untuk mengantisipasi munculnya sikap yang negative dalam belajar, guru sebaiknya berusaha untuk menjadi guru yang professional dan bertanggungjawab terhadap profesi yang dipilihnya. Dengan profesionalitas,seorang guru akan berusaha memberikan yang terbaik bagi siswanya; berusaha mengambangkan kepribadian sebagai seorang guru yang empatik, sabar, dan tulus kepada muridnya; berusaha untuk menyajikan pelajaran yang diampunya dengan baik dan menarik sehingga membuat siswa dapat mengikuti pelajaran dengan senang dan tidak menjemukan; meyakinkan siswa bahwa bidang studi yang ajarkan bermanfaat bagi diri siswa.
5.      Bakat
Secara umum, bakat (aptitude) didefinisikan sebagai kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang (Syah, 2003).
Berkaitan dengan belajar, Slavin (1994) mendefinisikan bakat sebagai kemampuan umum yang dimiliki seorang siswa untuk belajar. Dengan demikian, bakat adalah kemampuan seseorang menjadi salah satu komponen yang diperlukan dalam proses belajar seseorang. Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang study  yang sedang dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya sehingga kemungkinan besar ia akan berhasil.
Pada dasarnya setiap orang mempunyai bakat atau potensi untuk mencapai prestasi belajar sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Individu yang telah mempunyai bakat tertentu, akan lebih mudah menyerap informasi yang berhubungan dengan bakat yang dimilkinya. Misalnya, siswa yang berbakat dibidang bahasa akan lebih mudah mempelajari bahasa-bahasa yang lain selain bahasanya sendiri.
Karena belajar juga dipengaruhi oleh potensi yang dimilki setiap individu,maka para pendidik, orangtua, dan guru perlu memerhatikan dan memahami bakat yang dimilki oleh anaknya atau peserta didiknya, antara lain dengan mendukung,ikut mengembangkan, dan tidak memaksa anak untuk memilih jurusan yang tidak sesuai dengan bakatnya.

B. Faktor eksogen/eksternal
Selain karakteristik siswa atau faktor-faktor endogen, faktor-faktor eksternal juga dapat memengaruhi proses belajar siswa.dalam hal ini, Syah (2003) menjelaskan bahwa faktor-faktor eksternal yang memengaruhi balajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan nonsosial.
1).   Lingkungan sosial
a.      Lingkungan sosial sekolah, seperti guru, administrasi, dan teman-teman sekelas dapat memengaruhi proses belajar seorang siswa. Hubungan harmonis antra ketiganya dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baikdisekolah. Perilaku yang simpatik dan dapat menjadi teladan seorang guru atau administrasi dapat menjadi pendorong bagi siswa untuk belajar.
b.      Lingkungan sosial masyarakat. Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal siswa akan memengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak pengangguran dan anak terlantar juga dapat memengaruhi aktivitas belajarsiswa, paling tidak siswa kesulitan ketika memerlukan teman belajar, diskusi, atau meminjam alat-alat belajar yang kebetulan belum dimilkinya.
c.      Lingkungan sosial keluarga. Lingkungan ini sangat memengaruhi kegiatan belajar. Ketegangan keluarga, sifat-sifat orang tua, demografi keluarga (letak rumah), pengelolaankeluarga, semuannya dapat memberi dampak terhadap aktivitas belajar siswa. Hubungan anatara anggota keluarga, orangtua, anak, kakak, atau adik yang harmonis akan membantu siswa melakukan aktivitas belajar dengan baik.
  2)   Lingkungan non sosial.              
Faktor-faktor yang termasuk lingkungan non sosial adalah:
a.      Lingkungan alamiah, seperti kondisi udara yang segar, tidak panas dan tidak dingin, sinar yang tidak terlalu silau/kuat, atau tidak terlalu lemah/gelap, suasana yang sejuk dantenang. Lingkungan alamiah tersebut mmerupakan factor-faktor yang dapat memengaruhi aktivitas belajar siswa. Sebaliknya, bila kondisi lingkungan alam tidak mendukung, proses belajar siswa akan terlambat.
b.      Faktor instrumental,yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan dua macam. Pertama, hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat belajar,fasilitas belajar, lapangan olah raga dan lain sebagainya. Kedua, software, seperti kurikulum sekolah, peraturan-peraturan sekolah, buku panduan, silabi dan lain sebagainya.
c.      Faktor materi pelajaran (yang diajarkan ke siswa). Faktor ini hendaknya disesuaikan dengan usia perkembangan siswa begitu juga denganmetode mengajar guru, disesuaikandengan kondisi perkembangan siswa. Karena itu, agar guru dapat memberikan kontribusi yang postif terhadap aktivitas belajr siswa, maka guru harus menguasai materi pelajaran dan berbagai metode mengajar yang dapat diterapkan sesuai dengan kondisi siswa.